Senin, 15 September 2008

Qishos

SYARAT-SYARAT WAJIBNYA HUKUM QISHASH
Hukum qishash tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Si pembunuh haruslah orang mukallaf (aqil baligh), sehingga anak kecil, orang gila, dan orang yang tidur tidak terkena hukum qishash. Nabi saw bersabda:
2. Orang yang terbunuh adalah orang yang terlindungi darahnya, yaitu bukan orang yang darahnya terancam dengan salah satu sebab yang disebutkan dalam hadist Nabi saw:
3. Hendaknya si terbunuh bukanlah anak si pembunuh, karena ada hadist Nabi saw:
4. Hendaknya si korban bukanlah orang kafir, sedangkan si pembunuh orang muslim. Nabi saw bersabda:
5. Hendaknya yang terbunuh bukan seorang hamba sahaya, sedang si pembunuh orang merdeka. Al-Hasan berkata:

SEKELOMPOK DIQSISHASH KARENA TELAH MEMBUNUH SEORANG

Apabila ada sekelompok orang sepakat membunuh satu orang, maka mereka semua dibunuh juga. Ini berpijak pada riwayat Imam Malik:

Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar bin Khathab ra pernah membunuh sekelompok orang, yaitu lima atau tujuh orang karena telah membunuh seorang laki-laki dengan pembunuhan secara tipu daya (yaitu membujuk korban hingga mau keluar ke tempat yang sepi lalu dibunuh), dan dia berkata, 'Andaikata penduduk negeri Shan’a bersekongkol membunuhnya, niscaya kubunuh mereka semuanya.'” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2201, Muwaththa’ Malik hal. 628 no: 1584, asy-Syafi’i dalam al-Umm VI: 22 dan Baihaqi VIII: 41).

JELASNYA PELAKSANAN HUKUM QISHASH
Hukum qishash bisa menjadi jelas dilaksanakan dengan salah satu dari dua hal berikut:

1. Pengakuan dari pelaku
2. Kesaksian dua orang laki-laki yang adil

SYARAT-SYARAT PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN QISHASH
1. Ahli waris si kurban harus mukallaf. Jika ahli warisnya masih belum dewasa atau gila, maka si pembunuh harus dipenjara hingga ahli warisnya itu mukallaf.
2. Pihak keluarga korban sepakat menuntut hukum qishash, karena itu manakala ada sebagian di antara mereka yang mema’afkan secara gratis, maka gugurlah hukum qishash dari si pembunuh.
3. Pelaksanaan hukuman tidak boleh merembet kepada pihak yang tidak bersalah. Oleh karena itu, hukum qishash yang wajib dijatuhkan kepada seorang perempuan yang hamil, maka ia tidak boleh dibunuh sebelum melahirkan kandungannya, dan sebelum menyusuinya pada awal penyusuannya.

TEKNIS PELAKSANAAN HUKUM QISHASH
Prinsip pelaksanaan hukum qishash, si pembunuh harus dibunuh sebagaimana cara ia membunuh, karena hal ini merupakan hukuman yang setimpal dan sepadan. Allah swt menegaskan:

PELAKSANAAN HUKUM QISHASH MENJADI WEWENANG HAKIM

Musafir (pakar tafsir) kenamaan, al-Qurthubi mengatakan, “Tiada khilaf di kalangan ulama’ bahwa yang berwenang melaksanakan hukum qishash, khususnya balas bunuh, adalah pihak penguasa. Mereka inilah yang berwenang melaksanakan hukum qishash dan hukum had dan yang semisalnya, karena Allah swt menuntut segenap kaum Mukminin untuk melaksanakan qishash, kemudian ternyata mereka semua tidak sanggup untuk berkumpul melaskanakan hukum qishash maka mereka mengangkat penguasa (hakim) sebagai wali dari mereka dalam melaksanakan hukum qishash dan lain-lainnya yang termasuk hukum had.” (Al-Jami’ Li-ahkamil Qur-an II: 245 – 246).

13. HUKUM QISHASH SELAIN BALAS BUNUH

Sebagaimana telah berlaku secara sah hukum qishash berupa balas bunuh, maka begitu juga berlaku secara sah hukum yang tidak sampai pada pembunuhan. Allah swt berfirman:

"Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka (pun) ada qishashnya." (QS Al-Maaidah: 45)

Meskipun hukum ini telah diwajibkan pada ummat sebelum kita, sehingga ia menjadi syar’un man-qablana (syariat yang pernah dibelakukan pada umat sebelum kita), namun ia merupakan syariat bagi kita pula karena diakui atau ditetapkan oleh Nabi saw. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebagai berikut:

SYARAT-SYARAT QISHASH SELAIN BALASAN AKAN PEMBUNUHAN

Untuk Qishash yang selain balas bunuh ditetapkan syarat-syarat berikut:

1. Yang melaksanakan penganiayaan harus sudah mukallaf
2. Sengaja melakukan jinayat, tindak penganiayaan. Karena pembunuhan yang bersifat keliru, tidak disengaja, pada asalnya tidak memastikan si pembunuh harus dituntut balas bunuh. Demikian pula halnya tindak pidana yang lebih ringan daripadanya.
3. Hendaknya status si penganiaya dengan yang teraniaya sama. Oleh karena itu, seorang muslim yang melukai kafir dzimmi tidak boleh diqishash, demikian pula dengan orang merdeka yang melukai hamba sahaya, dan seorang ayah yang melukai anaknya.
HUKUM QISHASH YANG MENIMPA ANGGOTA TUBUH

Untuk melaksanakan hukum qishash yang menimpa bagian anggota tubuh ada tiga syarat yang harus dipenuhi:

1. Memungkinkan pelaksanaan qishash ini berjalan secara adil dan tidak melahirkan penganiayaan baru. Misalnya memotong persendian siku, pergelangan tangan, atau kedua sisi hidung yang lentur, bukan tulangnya. Maka tidak ada qishash pada tubuh bagian dalam, tidak pula pada tengah lengan dan tidak pula pada tulang yang terletak di bawah gigi (tulang rahang).

2. Nama dan letak anggota tubuhnya sama. Karenanya, bagian anggota yang kanan tidak boleh dibalas dengan bagian anggota badan yang kiri, bagian anggota tubuh yang kiri tidak boleh dengan yang kanan, jari kelingking tidak boleh dengan jari manis, dan tidak pula sebaliknya karena tidak sama dalam hal nama, dan tidak pula bagian anggota tubuh yang asli dibalas dengan yang tambahan (melalui proses operasi) karena tidak sama dalam letak dan daya manfaatnya.

3. Kondisi bagian anggota tubuh si penganiaya harus sama dengan yang teraniaya dalam hal kesehatan dan kesempurnaan. Oleh sebab itu, tidak boleh anggota tubuh yang sehat dibalas dengan yang berpenyakit dan tidak pula tangan yang sehat lagi sempurna dibalas dengan tangan yang kurang jari-jarinya: namun boleh sebaliknya.

DIQISHASH KARENA SENGAJA MELUKAI ORANG LAIN

Adapun kasus melukai orang lain secara sengaja, maka dalam kasus tersebut tidak wajib diqishash, kecuali pelaksanaannya sangat memungkinkan, yaitu sekiranya bisa melukai si penganiaya sama dengan luka yang diderita si korban, tanpa ada kelebihan dan pengurangan. Karenanya, apabila pelaksanan qishash ini tidak mungkin menghasilkan luka yang sama dan sepadan, melainkan mesti kadar ukurannya lebih, atau dapat membahayakan si penganiaya, atau justru membahayakan orang yang dijatuhi qishash ini, maka dalam hal ini tidak wajib diqishash, akan tetapi wajib membayar diat kepada si teraniaya.



Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 853 - 873.

Tidak ada komentar: